Al-Makmun, Khalifah Abbasiyah yang Cinta Ilmu Pengetahuan, Panutan Ideal Generasi Muda

Al-Makmun, Khalifah Abbasiyah yang Cinta Ilmu Pengetahuan, Panutan Ideal Generasi Muda

Puncak peradaban Islam yang tercatat dalam sejarah adalah ketika Daulah Abbasiyah berkuasa di Baghdad. Terutama pada kepemimpinan khalifah Al-Makmun. Al-Makmun adalah khalifah yang sangat mementingkan ilmu pengetahuan. Salah satu kebijakan yang ia keluarkan untuk mendukung misinya mengembangkan ilmu pengetahuan adalah melakukan gerakan penerjemahan.

Al-Makmun membayar mahal para penerjemah dan ilmuwan pada waktu itu. Khalifah yang memerintah selama 20 tahun itu bahkan membayar para penerjemah dengan emas seberat kertas yang is terjemahkan. Selain itu, untuk mewujudkan cita-citanya mengembangkan ilmu pengetahuan itu terwujud Al-Makmun mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama Baitul Hikmah. Artikel ini membahas tentang khalifah Al-Makmun yang sangat cinta ilmu pengetahuan.

Al-Makmun Membangun Baitul Hikmah

Al-Makmun adalah putra dari khalifah Harun Al-Rasyid. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Rabiul Awal, yaitu sekitar tanggal 14 September 786 M. Bertepatan dengan lahirnya Al-Makmun, pamannya, Al-Hadi meninggal dan ayahnya naik menjadi seorang khalifah. Ibu Al-Makmun adalah seorang bekas budak yang dinikahi khalifah Harun. Ia bernama Murajil. Murajil meninggal beberapa hari setelah melahirkan Al-Makmun.

Al-Makmun memerintah pada abad ke-9 Masehi tepatnya pada tahun 813 M. ia adalah salah satu pemimpin yang paling terkenal dalam sejarah Islam. Salah satu kebijakan terpenting yang diadopsi olehnya adalah penekanan pada pentingnya ilmu pengetahuan dan pendidikan. Al-Makmun meyakini bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa.

Dalam rangka untuk mewujudkan visinya, Al-Makmun mendirikan sebuah lembaga ilmu pengetahuan yang bernama Baitul Hikmah. Baitul Hikmah secara harfiah artinya "Rumah Kebijaksanaan". Baitul Hikmah merupakan sebuah lembaga penelitian dan pembelajaran yang menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran pengetahuan di bawah kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah.

Lembaga tersebut sangat unik dan menarik para cendekiawan terbaik dari berbagai disiplin ilmu. Beberapa di antaranya adalah disiplin ilmu matematika, astronomi, filosofi, bahkan sampai kedokteran. Para ilmuwan dari berbagai latar belakang budaya dan agama dinaungi di dalam Baitul Hikmah agar dapat bertukar pikiran tentang ilmu pengetahuan dan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dari disiplin ilmu masing-masing.

Khalifah Al-Makmun Mengadakan Penerjemahan

Selain mendirikan Baitul Hikmah, Khalifah Al-Makmun juga menekankan pada penerjemahan karya-karya klasik Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab. Kebijakan penerjemahan ini mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam pada masanya. Karya-karya yang diterjemahkan pada masa Al-Makmun menjadi fondasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Selain itu, Al-Makmun juga memberikan dukungan finansial dan perlindungan bagi para cendekiawan, baik Muslim maupun non-Muslim. Ia memberikan insentif kepada mereka untuk melakukan penelitian dan mengembangkan pengetahuan di berbagai bidang. Salah satunya adalah memberikan bayaran yang mahal kepada seorang penerjemah dan cendikiawan di berbagai disiplin ilmu.

Hal itu kemudian membuat pada masa pemerintahan Al-Makmun lahir pada ilmuwan besar yang meramaikan dunia ilmu pengetahuan. Seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, dan lain sebagainya. Hasil pemikiran merekalah yang kemudian dijadikan sebagai sebuah buku yang menjadi pedoman pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu sampai saat ini.

Kebijakan Al-Makmun tentang ilmu pengetahuan memiliki dampak besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di dunia Islam. Visinya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, menumbuhkan dialog antar budaya, dan memberikan dukungan kepada para cendekiawan telah menciptakan atmosfer yang memungkinkan inovasi dan penemuan baru.